Pergilah Ke Makam
Saat kita bingung atas hal-hal duniawi, seorang ulama berkata pergilah ke makam
Makam, merupakan bentuk akhir dari sebuah peradabadan manusia. Ketika manusia mati, dengan berbagai prosesinya baik itu mengacu pada keagamaan maupun kepercayaan, hasil akhirnya hanya ada satu: makam. Pada masa prasejarah, makam umumnya menggunakan peti batu yang disebut sarkofagus, seiring dengan kemajuan dan berbagai metode acuan pemulasaran jenazah, ragamnya makin berbeda.
Penganut zoroaster kuno misalnya, melakukan prosesi pemakaman langit yang dianggap cukup ekstrim; jenazah diletakkan pada sebuah menara yang kemudian dibiarkan begitu saja agar dikonsumsi burung nazar dan pemakan bangkai lainnya, tulang belulangnya kemudian diletakkan di dalam sumur yang berada di tengah Dakhma tersebut usai semua dagingnya habis dan mengering. Dakhma atau kuburan langit merupakan simbolisme atas tubuh yang kotor tidak selayaknya dikubur, dibakar, maupun dilarung karena akan menodai kesucian air, api, dan tanah.
Di Terunyan, makam dibagi menjadi tiga yaitu sema wayah untuk orang yang meninggal secara natural; sema bantas untuk orang yang meninggal secara tidak natural semisal bunuh diri, dibunuh, kecelakaan, dan lainnya; sema muda untuk bayi, anak-anak, dan orang yang belum menikah. Kesemua itu, dimakamkan tanpa dikubur di bawah pohon Taru menyan. Pohon yang mengeluarkan bau harum dan dapat menetralisir bau jenazah yang membusuk.
Kematian bisa menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang, tetapi juga dapat menjadi hal yang paling dirindukan oleh sebagian lainnya. Seperti halnya dalam ajaran beberapa agama yang memberikan peringatan dan anjuran-anjuran selama hidup di bumi, manusia kemudian mengembangkan pemikiriannya sendiri atas kematian. Beberapa agama kuno, menganggap kematian adalah sebuah kebebasan dari keterikatan duniawi, sebagian lainnya mengajarkan tentang kehidupan setelah kematian yang bergantung pada kelakuan di dunia. Meski begitu, sebenarnya tak ada yang perlu dirisaukan atasnya, kita sendiri belum pernah merasakannya, sehingga alangkah baiknya mari berbaik sangka saja bahwa dunia ini memang ladang uji untuk yang lebih abadi.
Daur hidup manusia yang berisi kelahiran, kehidupan, dan kematian di bumi ini membuat kita seharusnya turut berkesadaran bahwa dunia ini hanya sebagai ladang yang selayaknya dan secukupnya diperjuangkan. Bukan berarti bahwa setelah memiliki kepastian akan mati, lalu kita tidak melakukan apa pun untuk berkehidupan. Segalanya masih membutuhkan usaha-usaha yang maksimal, agar dalam hidup diliputi kebahagiaan dan rasa syukur yang tiada henti. Memang, kita bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kematian, tetapi tiada salahnya juga berusaha yang terbaik selama kita berkehidupan. Bahkan, setelah mati pun, bisa jadi kita akan merindukan untuk kembali hidup. Entahlah.
Ketika kamu merasa kesusahan, pergilah ke makam, ingat bahwa banyak ruh-ruh yang ingin kembali ke dunia karena menyesal kurang berusaha maksimal — Gus Baha